Selasa, 28 Mei 2019

Siaran Pers Hari Tanpa Tembakau Sedunia


RSUP PERSAHABATAN DAN PERHIMPUNAN DOKTER PARU INDONESIA 
DALAM RANGKA MEMPERINGATI
WORLD NO TOBACCO DAY / HARI TANPA TEMBAKAU SEDUNIA 2019
PADA TANGGAL 31 MEI 2019

Setiap tanggal 31 Mei, World Health Organization (WHO) dan seluruh dunia memperingati World No Tobacco Day (WNTD) atau Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS). Fokus pada Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun 2019 ini adalah “Tobacco and Lung Health”. “Don’t Let Tobacco Take Your Breath Away“ merupakan slogan yang diangkat dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) tahun 2019. Kampanye ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan dampak negatif rokok/tembakau terhadap kesehatan tubuh khususnya kesehatan paru. Berbagai dampak negatif rokok terhadap kesehatan paru adalah kanker paru, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), asma, penyakit infeksi paru, seperti tuberkulosis, pneumonia dan penyakit paru lainnya. Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terinfeksi penyakit tuberkulosis dan kematian akibat kegagalan di sistem pernapasan.


Rokok merupakan penyumbang terbesar penyebab meningkatnya angka kematian dan kesakitan akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) di seluruh dunia. Tren di dunia memperlihatkan rokok akan menyebabkan kematian 8.4 juta penduduk akibat PTM di tahun 2020. Angka ini meningkat 180% di banding tahun 1999. Data dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan terdapat peningkatan prevalensi perokok dari tahun 1995 ke 2013 , yaitu sebesar 27% menjadi 36.3%. Hal ini menandakan, saat ini di Indonesia dari setiap 10 orang di Indonesia, 3 di antaranya adalah perokok.

Angka perokok di dunia juga masih cukup tinggi dan penggunanya semakin meningkatkan di kalangan anak dan remaja. Anak dan remaja merupakan sasaran pengguna rokok kedepannya. Data WHO menyatakan pada tahun 2018, 9 dari 100 anak sekolah (9,2%) usia menengah (SD/SMP) dan 27 dari 100 anak sekolah (SMA) dilaporkan merupakan perokok aktif.  Penggunaan produk tembakau tidak hanya berupa rokok konvensional, angka pengguna rokok elektrik juga semakin meningkat di kalangan anak dan remaja, dilaporkan angkanya meningkat sebanyak 1.5% pada tahun 2018 dibanding tahun 2011 pada anak remaja usia sekolah (SMA). Di Indonesia, penggunaan rokok elektronik (vape) sudah ditemukan pada anak-anak usia sekolah dasar. Karena, sampai saat ini belum ada regulasi apapun yang mengatur mengenai pembelian rokok elektrik ini sehingga sangat mudah didapatkan oleh anak maupun remaja. Secara umum pengguna rokok elektrik di Indonesia naik dari 0.3% 2011 menjadi 11.8% di tahun 2018. Sementara keamanaan jangka panjang penggunaan rokok elektronik ini belum dapat dibuktikan. Rokok elektronik berpotensi adiksi dan dapat meningkatkan risiko kanker dan kesehatan lainnya. WHO tidak merekomendasikan rokok elektronik sebagai alat untuk berhenti merokok.
Rokok elektronik atau dikenal dengan "vape" tanpa fakta keamanan yang jelas mengenai penggunaannya dapat menggiring opini yang salah tentang produk ini. Rokok elektronik yang beredar di Indonesia sampai saat ini belum nemiliki informasi yang jelas mengenai isi kandungan bahan kimia dan dampaknya terhadap kesehatan. Perhimpunan Organisasi Kesehatan melakukan sosialisasi terhadap keberadaan rokok elektrik yang terdiri dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) memberikan rekomendasi dan kesimpulan sebagai berikut.

Rokok elektronik berpotensi berbahaya karena mengandung zat kimia yang sebagian bersifat karsinogenik dan menimbulkan kecanduan sehingga dapat mengalami adiksi pula. Uap aerosol yang dihasilkan tetap mengandung zat kimia dari cairan atau tembakau yang dipanaskan sehingga tetap berisiko terhadap second hand smoker. Target promosi rokok elektronik meliputi kelompok rentan anak-anak dan remaja yang berpotensi menjadi pintu masuk beragam jenis narkoba. Oleh karena itu, melihat kerugian yang ditimbulkan oleh pemakaian rokok elektronik, kami menghimbau masyarakat Indonesia untuk tidak menggunakan rokok elektronik untuk mencegah konsumsi nikotin dalam bentuk berbeda dengan isi yang sama.
Pada tahun ini, WHO menargetkan pengurangan penggunaan produk tembakau dan pajanan asap rokok pasif di masyarakat dalam upaya meningkatkan kesehatan, khususnya kesehatan paru. Namun, sangat disayangkan pengetahuan dan kesadaran akan bahaya rokok bagi kesehatan kurang dipahami oleh sebagian masyarakat maupun pemerintah di beberapa negara. Pada kampanye hari tanpa tembakau sedunia tahun ini WHO ingin meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai risiko kesehatan yang disebabkan oleh pajanan asap rokok baik pada perokok aktif maupun perokok pasif, pemahaman mengenai zat-zat berbahaya untuk kesehatan yang terkandung dalam rokok, membuka mata masyarakat dan pemerintah mengenai tingginya angka kematian yang berkaitan dengan rokok baik itu yang berhubungan dengan paru ataupun penyakit lainnya.
Untuk itu, bertepatan dengan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun 2019, RSUP Persahabatan dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif rokok terhadap kesehatan secara umum, khususnya terhadap kesehatan paru melalui pelayanan kesehatan, sosialisasi bahaya rokok di tempat-tempat umum, pengukuran kadar CO udara ekspirasi pada kelompok yang berisiko. RSUP Persahabatan dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia bersama dengan seluruh stakeholder yang terkait akan turut mendorong upaya berhenti merokok di masyarakat melalu program promotif, preventif dan kuratif.



Jakarta, 27 Mei 2019





Dr. Mohammad Ali Toha, MARS                                DR. Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K)

Direktur Utama                                                           Ketua Umum
RSUP Persahabatan                                                    Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar